Selasa, 29 Juni 2010

hendrix

"anger, he smiles towering in shinny metallic purple armor.."
- Bold As Love (from his 2nd studio album Axis: Bold As Love) -



Because hendrix's inability to read music, he would often describe his emotion in colors rather than descriptive words
Blues' alive, Jimi..

Selasa, 22 Juni 2010

laughable


"I never had even a little chance...from the beginning"

Kaskus Tennis Club

ah..gak ada yang terlalu penting yang bisa ditulis beberapa hari terakhir ini. So, gw mo tulis tentang club tennis (seharusnya sih) yang didirikan di dunia maya, it's called "Kaskus Tennis Club" a.k.a KTC.
Udah setahun ini gw join KTC, senang bgt bisa maen tennis kembali setelah gak nyentuh raket selama lebih sepuluh tahun. Terakhir gw ikut turnamen itu waktu kelas 1 SMA (tahun 1997..ya gw udah tua juga, hiks), habis itu udah gak pernah latian serius, paling ya maen dua tahun sekali, enam bulan dua kali, sehari dua kali bangun pagi n sebelum tidur (fhh..itu gosok gigi kali). Ok, back to bussiness...


KTC ini konon kabarnya udah gathering sejak 2007 tapi konon kabarnya lagi gak tentu waktunya. Trus tahun 2009 bulan Juni kalo gak salah, beberapa anak memprakarsai untuk diadakan latian rutin, gak berapa lama latian rutin udh terlaksana. Lapangan yang dipilih adalah lapangan UMS Kuningan. Lapangan ini nih sebenarnya bisa dibilang bagus bgt lah..selain cozy (apa coba..) dan banyak tukang jajanan (somay, bakso, dan kawan2nya), lokasinya juga netral jadi cocok buat anak2 yang tempat tinggalnya di berbagai penjuru Jakarta. Terbukti kita bertahan setahun disana. Trus, bulan lalu dengan berat hati kita memutuskan pindah. Alasannya adalah tidak lain dan tidak bukan karena ulah ballboy ( seterusnya disingkat bb) nya yang gak profesional bgt (malas, suka minta2 yg gak jelas, dsb). Untuk lapangan yang dikelola yayasan berlokasi di daerah kuningan seharusnya hal kyk gitu gak boleh ada. Kalo gw nilai sih kyknya itu bb-bb mantan pemain perkusi semua, soalnya saban ada bola yg gak dekat dari dia pasti langsung nepokin tangannya biar temannya yg ambil. Dan juga yg sangat gak enak tuh, mereka suka secara samar-samar melakukan pemerasan menyangkut masalah uang tip (gila ya..mereka pun akrab sama pemerasan), dan gilanya lagi ada oknum pengurus yang terindikasi memprovokasi tindakan tsb. Karena banyak bikin makan hati, mending kalo ati ampela, kita pun akhirnya mutusin pindah.

Lapangan yg menjadi pilihan berikutnya, setelah survey di beberapa tempat, adalah lapangan belakang Pasar Festival, tepatnya lagi di belakang GOR Sumantri. Kalo misalkan penilaian bagus tidaknya lapangan tennis itu adl jumlah banyaknya penjual makanan, maka lapangan inilah yg jadi juaranya, hahahha.... Gimana enggak, orang disamping lapangan ada semacam kantin bersama gitu, kalo diitung-itung ada sekitar 30an penjual kali. Mungkin krn disitu ada lapangan bola n futsal juga, jadi prospek jualan makanan cukup menggiurkan.

Sebagian besar anak-anak KTC emang pada maniak tennis, mungkin sejak dlm kandungan udah nonton ATP Tour. Tiga jam maen seolah masih belum cukup juga. Tennis berlanjut lagi di lapangan Patra, dari jam 7 sampe jam 10 malam. Akhir2 ini setelah tennis malam suka ada ngobrol2 yg kagak penting sama sekali. Anehnya obrolan itu kelarnya bisa sampe jam setengah dua belas malam. Penjaga lapangan biasanya matiin satu lampu dulu, kalo anak-anak gak bubar2 juga matiin lampu lainnya, dan seterusnya dan seterusnya. Mungkin kalo gak pada bubar lagi mereka bakal ngelakuin hal2 aneh buat ngusir kita2. Contoh: maen bola api, nebang pohon, bunyi2in botol kosong, dateng cerita-cerita yg seram, de el el...

KTC juga udah beberapa kali ngadain sparring sama klub2 tennis lain. Bahkan kita sampe sparring di Bandung pada Maret lalu. Sebenarnya yg penting jalan2 ke Bandungnya itu sih, haha.. we were having fun. Terakhir, hari minggu kemarin anak2 sparring lawan tim Velo, sayangnya gw gak bisa ikutan.

Anyway, ini ada sedikit perpotoan...


ini anak2 lagi pake kaos KTC.. *ehm, yg gw desain..hehe*,
dengan segala gaya narsis yang beberapa agak di luar konteks



sebelum brgkt sparring ke Bandung


after sparring, cuci poto eh cuci mata di PVJ

Sekian dulu,
photos are courtesy of Ojan .

Senin, 14 Juni 2010

a placard story

Today...
8:30 pm...
Incubus' wish you were here was played in the background...

I was driving back from UI Salemba. Ketika di traffic light fly over Senen, sambil menunggu lampu merah berganti hijau, pandanganku terhenti di sebuah toko trophy di dekat situ. Plakat namanya sangat besar berwarna keemasan, TOKO JAKARTA TROPHY.


bulan yang sama, 3 tahun lalu...
around 1:00 pm...
no music played in the background, except a route announcement from transjakarta bus' speaker...

Saya sedang menuju stasiun Senen, melewati toko trophy yang sama, untuk kembali ke Malang naik kereta ekonomi Matarmaja yang di dalamnya sedikit banyak menampilkan sekumpulan penduduk marjinal ibukota. Mulai dari pedagang asongan, ibu-ibu tua berwajah letih, kakek dari Jawa bersama cucunya, sampai pengamen yang setiap stasiun selalu muncul, dengan etika meminta bayaran yang sagala aya. Saya naik kereta itu bukan semata-mata bermaksud mengirit (saat itu tarif Matarmaja rute Senen-Malang cuma Rp45ribu), tapi saya juga mau mencoba seperti apa rasanya naik kereta yang selalu diomongkan teman-teman kuliah di Malang. Ternyata perjalanan dari jam 2 siang sampai jam 9 keesokan harinya itu cukup membuat menderita bagi seorang rookie seperti saya. Beberapa kali saya harus mengalah kepada penumpang yang sudah tua dalam hal bangku penumpang yang tebal pengalasnya (kalaupun ada) hanya sekian milimeter. Otomatis perjalanan 19 jam itu lebih banyak saya habiskan di pelintas antar gerbong saja. Begadang dan sebungkus mild adalah judul malam itu.

Hari itu adalah hari ketiga di Jakarta setelah work interview di Deloitte Touche Tohmatsu (konon adalah firma akuntan publik terbesar kedua di dunia). Seharusnya saya berada di Jakarta paling lama 2 hari, namun kesalahan jadwal dari pihak Deloitte membuat teman saya rela menambah 1 hari lagi tumpangan tinggal gratis.
"Even if they would hire me there, living in the capital city is the last choice of mine", I was thinking.


Saya dulu sangat ingin kalau bekerja ya di Malang saja. I have lived there for 7 years, it's already become a second hometown for me. I enjoyed the weather, the food, the people. I had a happy little band, a book rental, my greatest and best friends are all in that city...which as the years gone by, they're all living their own path.


I have now been 3 years in Jakarta with some goals I have accomplished. It's not a small amount of time yet not an easy one either. It's tough, rough, and so dynamic. Well, sometimes it really really really really sucks but it's okay.. I mean living in this big city is definitely not a problem from me, I surely can deal with it.

So I'm thinking, isn't the process that matters? Tidak peduli dimana dan bagaimana situasinya, saat ini kita sedang dalam proses membangun masa depan masing-masing. Keringat, tawa, air mata, kerja keras yang mewarnai proses itu akan kita kenang sebagai masa yang lalu yang
indah. Entah kita mengenangnya di dalam kubikal kerja kita, pembaringan kita , mobil, bus, kereta, ataupun pesawat yang kita tumpangi..it'll draw a little smile upon our face.

Jadi... stop wasting your time doing something useless atau terlalu menyesali yang telah lalu.
Why? Because TIME IS PRECIOUS.
Why? Because YOU'RE PRECIOUS.

yes.. you are precious, my dear...

Rabu, 09 Juni 2010

Richie Kotzen - biography

Well, I don't have any ideas at this moment so I think it's a turn for one of my favorite musician to be written about. Yes, he is Richie Kotzen, 40 years old, a former member of Poison, Mr. Big, Vertu, and a solo artist.

Richie pada umur 19 tahun adalah notable artis rekaman di Shrapnel Record (label yang artisnya adalah gitaris-gitaris shredder dari US dan Eropa - didirikan oleh Mike Varney di akhir tahun 1980an). Album-album instrumental Richie di label tersebut tidak seperti album shredders pada umumnya yang didominasi oleh aliran neoklasik dan teknik speed picking dan sweep arpeggio, Richie memiliki karakter sendiri yang unik, ia bermain penuh soul tapi tidak meninggalkan ciri shredding yang kala itu adalah mutlak di kalangan gitaris virtuoso. Billy Sheehan (bassist MR.BIG) menyebut, "Richie bukan tipe gitaris yang bermain layaknya drum machine berkecepatan 320 beat per minute, namun not not yang ia mainkan punya soul yang kuat". Beberapa selentingan meragukan kapasitas Richie bergabung ke Mr. Big menggantikan nama besar Paul Gilbert, namun Billy mengatakan "Di Amerika ada peribahasa, if you talk the talk, you must walk the walk... and Richie can do it".

Sebelum bergabung dengan Mr. Big, Richie bergabung dengan Poison. Walau cuma sebentar dan hanya menghasilkan satu album, Native Tongue (1993), Richie tidak mengecewakan fans Poison. Yang dikecewakan sebenarnya adalah sang drummer band, Rikki Rockett, karena tunangannya affair dengan Richie. Alasan itu pula yang kemudian menyebabkannya didepak dari Poison. Lagu yang esensial dari album ini adalah Stand, 7 Days Over You, dan Until You Suffer Some.

Permainan Richie tidak terbatas di style hard rock, blues, dan neoklasik saja. Tahun 1999 Richie ambil bagian dalam proyek sang legenda bassist fusion jazz Stanley Clarke. Proyek itu bernama Vertu, mengeluarkan satu self titled album. Album ini konon sangat dibanggakan Richie.

Richie juga menyanyi, bermain bass, piano, dan drum dengan sangat baik. Sebagian besar instrumen dalam beberapa album solo terakhirnya dimainkan sendiri oleh Richie. Salah satunya adalah pada lagu Paying Deuce (album Peace Sign). Check the video clip below.

Ya, dengan playability segudang itu Richie adalah one of a kind, komplit. Lagu-lagu balladnya juga mempunyai melodi dan lirik yang sangat kuat. Beberapa diantaranya adalah Special, High, Shine, Don't Wanna Lie, My Angel, Where Did Our Love Go, dan Chase It. Ia termasuk artist yang produktif. Dari tahun 2001-2009 saja hanya tahun 2002 ia absen mengeluarkan album solo. Total album solonya dari tahun 1989-2009 adalah 23 album, diluar album bersama band, projek, dan kolaborasi bersama artis-artis lain.

Sangat layak ditunggu album Richie berikutnya di tahun ini.

RICHIE KOTZEN
Born February 3, 1970(1970-02-03) Reading, Pennsylvania
Genres Hard rock, Jazz fusion, Soul, Blues

Richie's Paying Dues video clip


sources: my short-term memory, wikipedia, n richie's website
image was taken from www.richiekotzen.com
follow him on twitter www.twitter.com/Richie_Kotzen